Surakarta, Jawa Tengah — Di tengah dinamika perekonomian desa yang terus berkembang, Ony Setiawan, tokoh petani sekaligus penggerak ekonomi kerakyatan di Kabupaten Sragen, menegaskan bahwa beternak ayam kampung dan kambing merupakan dua pilihan cerdas dan realistis untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama di wilayah pedesaan.
Menurut Ony, potensi besar sektor peternakan sering kali belum digarap secara maksimal oleh warga, padahal kebutuhan pasar akan daging ayam kampung dan kambing selalu tinggi, baik untuk konsumsi harian maupun keperluan hajatan dan hari besar keagamaan.
“Pasar ayam kampung dan kambing itu tidak pernah sepi. Harga juga stabil. Kalau dikelola serius, ini bisa jadi sumber penghasilan utama, bukan sekadar sambilan,” ujar Ony saat ditemui usai menghadiri pelatihan wirausaha peternakan di Kecamatan Miri, Sragen, Selasa (30/7).
Kisah Nyata Warga yang Berhasil
Ony kemudian mencontohkan sejumlah warga desa binaannya yang telah sukses memanfaatkan peluang peternakan. Salah satunya adalah Pak Darto, seorang buruh tani yang kini berhasil membangun kandang ayam kampung dengan kapasitas 200 ekor.
“Dulu Pak Darto kerja serabutan. Sekarang dia bisa menjual ayam kampung 2–3 kali sebulan dan hasil bersihnya bisa Rp3–4 juta per bulan, itu sudah luar biasa bagi keluarga desa,” jelas Ony.
Tak hanya ayam kampung, peternakan kambing juga memiliki prospek menjanjikan. Dalam setahun, satu ekor kambing bisa berkembang biak hingga dua kali, dan nilai jualnya relatif tinggi, terutama saat momen Idul Adha atau permintaan akikah.
“Modalnya memang agak besar di awal, tapi hasilnya pun setimpal. Peternak kambing bisa panen besar dua kali setahun,” tambah Ony.
Pendampingan dan Akses Permodalan
Sebagai penggerak ekonomi rakyat, Ony Setiawan juga aktif mendorong sinergi antara warga dan lembaga pemerintah serta swasta dalam hal pendampingan dan pembiayaan. Ia menilai, pendampingan teknis dan manajemen usaha peternakan merupakan faktor penting agar masyarakat tidak sekadar beternak, tapi juga mampu mengelola usaha secara berkelanjutan.
Ony menyarankan agar warga memanfaatkan program-program dari Dinas Peternakan maupun bantuan modal dari BUMDes atau koperasi desa.
“Kuncinya adalah niat, pendampingan, dan disiplin. Kalau tiga hal itu dijalankan, usaha sekecil apa pun bisa tumbuh,” tegasnya.

Baca juga: BLK Jateng Buka Pelatihan Pemandu Gunung, Kuota Terbatas
Peternakan Ramah Lingkungan
Dalam era pertanian berkelanjutan, Ony juga mengingatkan agar peternakan dilakukan dengan prinsip ramah lingkungan. Limbah kandang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk lahan pertanian, menciptakan ekosistem ekonomi sirkular di desa.
“Jadi peternakan ayam atau kambing itu bukan cuma soal jual beli ternak, tapi juga bagian dari ekosistem pertanian. Kotorannya bisa jadi pupuk kandang, bahkan bisa dijual ke petani lain,” katanya.
Potensi Besar, Tapi Butuh Konsistensi
Menurut Ony, kendala utama warga dalam menjalankan usaha peternakan adalah kurangnya konsistensi dan pandangan bahwa peternakan hanya sebagai kerja sampingan. Ia mendorong generasi muda desa untuk mulai melihat peternakan sebagai wirausaha utama yang menjanjikan.
“Anak-anak muda jangan gengsi. Beternak itu tidak kalah mulia dari kerja kantoran. Yang penting hasilnya halal dan bisa memberi manfaat bagi keluarga dan sekitar,” tutur Ony.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antarwarga dan berbagi pengalaman dalam komunitas peternak. Menurutnya, saling belajar dan mendukung adalah cara terbaik untuk berkembang bersama.
Penutup: Peternakan untuk Ketahanan Ekonomi Desa
Di akhir pernyataannya, Ony Setiawan menegaskan bahwa upaya membangun ekonomi desa harus dimulai dari hal yang paling dekat dan nyata. Peternakan ayam kampung dan kambing adalah dua di antaranya.
“Kalau banyak rumah tangga punya 10 kambing atau 100 ayam kampung, desa itu tidak akan miskin. Kita tidak harus bergantung pada kota untuk bertahan hidup,” pungkasnya dengan optimis.
Langkah-langkah nyata seperti yang digaungkan Ony Setiawan ini menjadi inspirasi bagi banyak warga desa untuk mulai bertindak. Tidak menunggu bantuan, tapi mulai dari kandang kecil di halaman sendiri—karena kemandirian ekonomi desa dimulai dari rumah masing-masing.